Tuesday, November 15, 2011

Show di JFW, Desainer Jangan Puas Menjadi Terkenal

BERBAGAI perhelatan fesyen digelar di Indonesia sebagai ajang pamer kreativitas desainer. Setelah terkenal, desainer diharapkan mampu menjawab pesanan pasar.

Desainer Tanah Air boleh berlega hati dengan banyaknya pergelaran busana yang dihelat dalam berbagai event, mulai yang berkala tahunan seperti trend show Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) dan Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia APPMI , ajang kawasan seperti Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF), hingga yang bertaraf internasional seperti Jakarta Fashion Week (JFW). Namun, panggung mode yang disediakan tak seharusnya membuat desainer berpuas diri.

“JFW sudah menjalankan fungsinya, membangun platform untuk mempromosikan keberadaan desainer, kemudian desainer dapat ekspos. Masalahnya, untuk mengolahnya terpulang ke desainer, pengembangan bisnis dan usaha, bukan sekadar keglamoran,” kata desainer senior sekaligus penasihat APPMI Musa Widyatmodjo ketika berkunjung ke redaksi okezone di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, baru-baru ini.

JFW 2012 menempatkan posisi sebagai catwalk bagi desainer senior maupun desainer yang baru merintis nama di panggung mode untuk memamerkan koleksi mereka. Dengan mengundang banyak media nasional maupun asing, ajang yang dihelat untuk keempat kalinya ini tentu menjadi sarana ekspos yang sangat efektif.

Namun menurut Musa, pencapaian tersebut tidaklah cukup. Glamoritas karya desainer harus dijawab dengan ketersediaan busana mereka untuk menjawab kebutuhan pesanan pelanggan.

“Misalnya, baju Tex Saverio dipakai Lady Gaga, saya bangga dan senang, cuma agak sedih. What’s next? Ada enggak keberlanjutan dengan Gaga atau bagaimana mengkomersialisasikan rancangannya. Itu PR (pekerjaan rumah-red) selanjutnya. Bukan hanya menjadi terkenal atau dipakai orang terkenal, ujung-ujungnya nanti hanya menjadi sejarah,” ujarnya.

Desainer Indonesia, menurut Musa, harus memahami konsep industri fesyen di mana ketersediaan busana menjadi hal yang semestinya bisa dipenuhi. Tujuannya, agar busana yang dirancang tidak hanya dipakai kalangan tertentu.

“Georgio Armani terkenal, dipakai artis, orang bisa beli bajunya. Kalau Tex, dia terkenal, tapi orang mau beli bajunya, bagaimana? Akhirnya customer kecewa, itu pemahaman tentang industri fesyen. Desainer mau jadikan ini (perhelatan mode-red) peluang atau musibah, kan tergantung dia,” tutupnya. (ftr)

0 comments: